Dialog optimalisasi BMN yang akan dihapuskan

X:   yang kamu liat sekarang ini solusi menggunakan surat keterangan pertanggungjawaban itu adalah solusi tidak final. Solusi tidak tuntas untuk masalah penilaian BMN.

Y:   Tentang surat tadi, yg tidak menyelesaikan masalah bukanya itu ketika terjadi kerugian negara berarti pengguna barang yg bertanggung jawab

X :   kita bukan bicara masalah tanggung jawab , masalah meminimalkan kerugian negara bukan hanya mencari siapa yg bertangung jawab. Prosedurnya yang harus dibenerin. Prosedurnya ini yg sedang kita cari dengan cara tdi sesungguhnya bukan solusi

Ex: org kepingin badanya bagus harusnya dia olahraga, tp malah dia disuntik, kl lama2 dia brgntg sm yg seperti itu dia tdk akan sehat. Pembenaranya ia bsk saya mau lomba jd saya harus, Kan pmbenaran tu hanya untuk satu alasan tidak untuk alasan selama2nya.

Jadi sejak semula maslahnya ada di peraturan, kan peraturanya memang mnyuruh/mengatur bhw yg pny tnggng jwb adlh si pengguna barang. Krna pguna barang yg punya akhrnya ketika            kompromi dgn DJKN untuk penghapusan dan DJKN tidak sepakat dengan nilai limit penghapusan dari penggunanya maka dibuatlah surat itu. Kan surat it surat kompromi tp kompromi yg tidak sehat.

Y:   jd yg saya kritisi itu peraturan dan prosedurnya saya coba ksh solusi

X:   ya cari solusi dan juga ulas di pembahasan bahwa solusi berupa surat ketrgn brtnggjwb bukan solusi sesungguhnya karna kan menimbulkan maslh baru. Apa mslh bru nya?

Apakah kemudian dg surat tadi itu memnuhi prinsip/unsur : 1.bhw tidak ada kerugian negara, 2. Apakah memang benar akan terjadi pengeleminasian kerugian negara 3.apakah memang kemudian itu malah membuat kerugian negara yg lebih besar?

Orang meliahat itu sebagai suatu produk yg diijadikan dasar dikemudian hari.

Contoh :SKPT, saking saktinya bisa menghindari lelang yg diatu UU oleh pejabat negara dg biaya segitu mahal hanya tutup gk blh dilaksanakan hanya sekedar oleh SKPT. Krna SKPT     sakti.

Kl mslh ini surat keterangan shrusnya tdk segitu hebatnya sehingga harus membatalkan lelang. Sebuah dokumen yg dapat membatalkan lelang.

Ketika kita melembagakan sebuah surat tnp melihat koridor kekuatan hukumnya secara benar kita tu sedang menjebak diri sendiri

Y:   untuk solusinya?

X:   banyak..

Adalah kenapa kq tidak dibiknkan prosedr. Aturan main mengenai …………………………Xlelang

Y :   tp faktanya kn tdk smudah itu pak

X:    betul.. tp the biggest problemnya bukan tentang tidak semudah itu, mudah atau tidak itu lebih ke ada will (kemauan)  if there is a will-way

Kenapa solusinya dilbilang sulit, sulitnya dimana? Sulit dikordinasikan gak.

Malash initi dlm penilaian penghapusan itu ya,. Penghapusan itu kan suatu keniscayaan .dalam     pengelolaan itu yg harus dijadikan pegangan oleh kantor pusat. Penghapusan itu yg dibicarakan adalah nilai. Sekarang kenapa kok nilai itu tidak distandardisasi sbgai kewenanganya DJKN semua umpanya.

Kalau dibilang penilaian itu ada kwenangan, knp kok wewngny hnydibatasi dgn tanah dan/bangunan? Apa aasan plg masuk akal ktk diatur hanya BMN berupa tanah dan/bangunan ad di DJKN selain itu tdk di DJKN

Y:   jwbny tntg SDM jg tentang biaya

X:   bukan itu itu bukan maslahny. Krna mslhny itu maslaah asas materialitas (ya kalau tnh bngunan itu bernialai). Itu pun tetap harus ada knfrmsi. Takut kl it yg dikejar. Gini areestasi, knp kq yg TB hrs perstujuan DPR dsb

Y :   DJKN blg mereka ingin di fix kan apakah sebagai reguator atau eksekutor

X :   kl itu kmu blg msh mslh, mereka mencari mslh sendiri. Mereka ingin main di dua kaki. Dia pemain, dia regulator.buktinya PKN SI itu ada di kantor operasional di pusat. Itu gak boleh. Permslhny dikembalikan lg apakh mrka ekskutor atau regulator. Knp kok dirkotrat penilaian melakukan 22 ny sprti itu. Hrsny kn gk boleh.

Y :   namun bukankah dari segi organisasi itu memang merupakan pembagian wewenang yg plg memungkinakn

X :   kenapa gk semuanya di operasinal dengan asistensi atau adanya perwakilan kanotr pusat.. ya itu jauh lbh benr krna kwenangnya sdh didaerahkan

Kl dia mmg mengesekusi jgn lg bkn 5-10-15 bs dgn bnyk cr lain, slh satuny dg asistensi td.

Malah bukan hany itu saja. Ketika organisasi itu sdh membuat sebuah sistem perbaikan sdm yang berkelanjutan dg pndidikn melalui CPD, continuer progress sgla mcm tu gk perlu cpk2. Dia cm mensosialisakn, ad mlsh dia buat kebiajakn. Dia yg memutuskan dg kewenangan. Pembuatan kebijakn di kntr pusat itu pasti conflict of interest tinggi skali

——————————————————————————————

T:   kl memang ada yg tdk mau ribet biasayanya mereka memintakan surat pernyataan bahwa itu mnjd tngg jwbny masing2. Tangung jwb penuh itu ad di K/L. Kita sendiri si pengenya semua penilaian semua nilai yg dihasilkan berdasarkan metode penilaian. Maunya kita tapi kondisinya saat ini ya sama pi sekarang ya kayak gitu jadinya. Jd kita mainya di pengelola aja. jd pengelola kita harapkan spaya kl mereka mendapatkan permohonan penghapusan ada nilai limitnya, ditanya dulu nilai limitnya berdasar darimana dari penilaian atau hanya sekdar evaluasi dari mereka saja. Taksiran meraka na itu…misalnya hanya taksiran kita minta kpknl menilai

Y:   jadi kedepanya tetep kayak gini tanpa progress pa apa gitu. Maksudnya gini, kl emang gitu kenapa gak sekalian diperaturan buat kalo ad yg mau menghapus barang sm kyk TB penilaianya dr DJKN atau KPKNL. apakah krna keterbatsn sdm atau krna yg lain

T:   kebijakan/jawbanya ada di pertempuran dilevel atas.kl lita berpikir enak ya enak.. bs aja diubah tp ngerubah suatu PP bukanya perlu waktu 1 atau 2 bulan tapi bisa tahunan

Di pp 38 it kan br revisi pasal 39, 40 ny kan belum . tp untuk ngubah it aja sdh 2tahun belum berhsl. Intinya begini . it ada plus dan minus nya. Jadi kalo kita minta semua penialain itu ada di djkn itu artinya tanggung jawabny itu ada di kita, laku gk laku ny barang itu ada di kita. Semntara penguasaan baran ada di mereka di pengguna. Artinya mereka yg harus menyediakan anggaran, perawatan, pemeliharaan, mereka lelang kita yang nilai trus gak laku.

Ketika gak laku sementara mereka sudah melepaskan tangung jawab pemeliharaan otomatis barang tersebut akan hancur. Itu salah satu pendapat yang mendukung untuk penilaian selain TB gakpaa biar pengguna barang saja

Pada posisi tersbut kia berpendapat oke di penguna asalkan nilai yang dihslkan berdasarkn metodologi penilaian

Y:   Gimana  mau pake metode penilaian, kl mereka cm pake rekomendasi dllajr x hrga perolehan.

T:   ada dua hal yang memang harus dilakukan. Jadi di PP 6 itu yang harus diubah tgl nanti ap yg dijdkn di DJKN itu apakah sbg eksekutor atau regulator. Kalau sebagai regulator maka kita akan membuatkan ketentuan cara menilai/memperoleh niali tu begini kita akan mendidik mereka melakukan penilaian dan kita akan mensertifikasi mereka sebagai penilai

Kl kita sebagai eksekutor maka kita yang akan melakukan itu. Kita membuat ketentuan kita sendiri dan pp 6 nya akan diubah

Y:   faktanya kebanyakan ke dllajr

T:   itu tdk jadi mslh sbnrny, dllajr itu memiliki keahlian/advertise ny itu di kondisi bukn nilai. Ketika masuk ke nilai ke kita.

Masalhnya kondisi mereka kalikan dengan harga perolehan bukan nrc saat ini. Itu karena memang belum ada ketentuan yang menyatakan kl cara penilaian t hars begitu ya mereka gak salah. Itu memang komplikasi ketentuan kita yang msh membingungkan

Kl merapikany ya di PP, pp disini ngmngny bukan kemenkeu saja tapi harus ke sekneg ke PU ke Menpan kemudian ke beberapa kementrian lain. Ini yang susah.

Kl it gol/selsai,..dapet, baru kita bisa preteli PMK ny, bagaimana perdirjeny bagaimana trus disesuaikan semua.

Saya sebagai pribadi lebih sebagai regulator. Menurt saya gk pp ada penilai di K/L, pemda tapi pembinaanya djkn. Kl disini mayoritas pgn jd eksekutor jd gk ad lembaga lain yg bisa menghsilkan nilai selain disini. Jelas ad plus minusny.

Plus semua data bisa kita ambil, dan bisa memelihara kualitas hasil penilaian, kl jd regulator lebih sulit dalam menjaga kualitas hasil penilaian krn yg dinilai it bnyk sekali dan kemudian penilai it menjadi bukan suatu yang eksekutif lagi bukan orang yang langka lagi. Semua ada. otomatis DJKN ny sendiri gk terlalu…….pak dirjen yang mesti mutusin

SE sesdirjen jd gk slh mrka. Tp kan kita disini memandangnya ada potensi penerimaan negara yg hilang/berkurang

  • #petikan diskusi bersama akademisi dan teknisi kekayaan negara

Tinggalkan komentar